
Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (PPNS Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan penyelidikan terhadap aktivitas penambangan ilegal yang terjadi di Dusun I, Desa Bekulap, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Penyelidikan ini dilakukan pada 24 Oktober 2024, setelah terdapat laporan dari masyarakat tentang tindakan yang menghalangi aktivitas badan usaha yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), sehingga tidak bisa menjual materialnya.
Tim yang dipimpin oleh Sekretaris PPNS Ditjen Minerba Sulistiyohadi menemukan adanya aktivitas penambangan tanpa izin yang diduga telah berlangsung lama di lokasi tersebut.
“Setelah pengecekan, ternyata ditemukan kasus lain berupa kegiatan penambangan tanpa izin, yang berjarak 200 meter dari lokasi penambangan pemilik IUP,” kata Sulistiyohadi, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (28/10/2024).
Saat pemeriksaan, tim tidak menemukan pelaku di tempat kejadian. Namun, berbagai peralatan pertambangan seperti dump truk, excavator, bekas aktivitas penggalian, serta hasil saringan batuan dan pasir ditemukan di lokasi tersebut. Berdasarkan bukti yang ada, penambangan tanpa izin ini diduga sudah beroperasi lebih dari satu tahun.
Tim PPNS Ditjen Minerba langsung melakukan penindakan di lokasi penambangan ilegal dimaksud, dengan memasang papan larangan di tiga titik. Pemasangan papan larangan merupakan upaya preventif terhadap penindakan, karena terdapat barang bukti.
“Jika upaya penambangan tersebut masih terus dilakukan dan dilanggar, maka akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan oleh PPNS Mineral dan Pertambangan,” ujarnya.
Ia pun mengimbau kepada pemilik aktivitas penambangan tanpa izin tersebut agar segera mengurus perizinan penambangan pasir dan batuan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Perizinan komoditi pasir batuan sudah didelegasikan ke pemerintah provinsi setempat.
Sulistiyohadi menegaskan, pemerintah dirugikan dua kali bila terdapat penambangan tanpa izin. Kerugian pertama karena hilangnya cadangan sumber daya pasir sirtu, kehilangan material sirt, serta pajak yang seharusnya disetorkan ke negara. Yang tidak kalah penting adalah kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan.
“Ada dua pelanggaran pidana terhadap Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, yakni pencemaran dan pidana karena kerusakan Lingkungan,” pungkasnya.